Sore itu 15 tahun yang lalu saya bisik-bisik dengan teman di pantry. Waktu saya pelan-pelan bilang mau mengundurkan diri, tiba-tiba ia bicara dengan nada tinggi, “Mau ngapain keluar lu? Udah punya apa? Orang lain resign udah siap modal, udah siap ilmu, keluar pas udah usia mapan. Nah elu?” Sialan banget itu temen. Berhari-hari sempat terngiang-ngiang juga kata-katanya tapi kemudian saya mengambil posisi untuk “Bodo Amat”.
Saya termasuk orang yang berpendapat bahwa menjadi pengusaha atau tetap menjadi karyawan sama baiknya tapi dalam hal ini saya mengikuti kata hati. Beruntung saya tahu “passion” saya dari usia belia. Menjadi pengusaha merupakan salah satu passion saya selain berbagi ilmu dan beberapa lainnya. Passion selalu terkait dengan “Inner Identity”. Apa itu? Inner Identity tak lain Identitas “bagian dalam”. Jatidiri yang terkadang kita sendiri ngga sadar tapi pikiran dan cara kita merespin sesuatu dibentuk olehnya. Yang di dalamnya juga menyimpan kepercayaan, keyakinan, mimpi-mimpi, passion, kepantasan, dll. Kurang lebih artinya sama dengan konsep “Self Image” yang dicetuskan oleh dr. Maxwell Maltz dalam bukunya Psycho-cybernetics.
Mundur lebih jauh lagi ke belakang, saya pernah kehilangan raport pada saat pindah sekolah dari sekolah negeri ke sekolah swasta. Saat dipanggil ke ruang guru, wali kelas saya saat itu tiba-tiba nyeletuk, “Kamu keliatannya ngga berprestasi. Jangan-jangan raport ini sengaja kamu hilangkan!” Saya terbelalak. Saya terheran-heran ada guru yang bisa ngomong seburuk itu kepada murid baru yang bahkan belum dikenalnya. Itu “insulting” tingkat dewa. Untung saya sudah punya bibit bodo amat sehingga kata-kata itu malah memecut semangat saya untuk belajar. Tidak terbayangkan kalau kata-kata seperti itu disampaikan kepada anak lain yang perasa.
Sikap-sikap bodo amat itu belakangan saya syukuri. Sikap itu kerap melindungi saya dari racun-racun pikiran yang disuntikkan oleh orang-orang tertentu. Sikap bodo amat ini sebenarnya berperan sebagai pelindung “Inner Identity”. Maxwell Maltz menyebutnya sebagai payung psikis yang menahan informasi atau kepercayaan keliru masuk dan merusak self image. Saya lebih suka menyebutnya dengan perisai sugesti. Terkadang tanpa sadar, seseorang yang kita percaya atau kita hormati memberikan saran-saran yang belum tentu benar dan belum tentu salah tetapi kemudian kita percayai dengan bulat. Itulah hipnotis yang sesungguhnya dan percayalah efeknya lebih dahsyat karena bekerja secara diam-diam dan seringkali di luar kesadaran kita.
Seberapa yakin kita pada kepercayaan-kepercayaan yang belum tentu benar belum tentu salah, misalnya: Kalau mau kaya, jadilah orang pelit dan ekstra hemat. Nyatanya? Banyak orang pelit ngga kaya-kaya yang foya-foya malah makin kaya plus bahagia karena bisa foya-foya. Atau contoh ini: Kamu ngga bakat matematika, karena nilaimu jelek waktu sekolah. Pernah kepikir ngga, gurunya yang ternyata ngga berbakat mengajar? Kepercayaan-kepercayaan keliru seperti itulah yang membentuk “Inner Identity” yang saking halusnya sampai terkadang kita ngga sadar sedang disabotase. Ngga aneh kalau ada orang mencoba berbisnis tapi gagal terus, mencoba hubungan yang baru kok sial terus, dapet bonus 3 kali gaji kok langsung amblas numpang lewat, dan masih banyak lagi. Coba cek “Inner Identity”-nya. Kesialan, keberuntungan, kemujuran, kesaktian, dll seperti misteri berbau mistis padahal bisa dikupas. Itu jelas langsung maupun tidak langsung berkenaan dengan Inner Identity kita.
Belum lama ini, saya sempat difitnah. Sempat terpikir untuk bereaksi tetapi kemudian diingatkan oleh seorang teman dari jauh. “Sudahlah. Yang menyebar fitnah sudah pasti dosa. Yang mempercayai fitnah dan ikut menyebarkannya tanpa tabayyun juga dosa. Yang ngga ngerti duduk perkara ikut-ikutan songong apalagi menambahinya dengan sumpah malah berlipat-lipat dosanya dibawa mati. Kenapa kamu harus pusing? Mereka yang dosa, kok kamu yang kepikiran? Kalau hidupmu masih bergantung pada apa kata orang, sampai kiamat hidupmu tak kan bahagia”, saran teman saya sambil terkekeh. Mendadak langkah menjadi ringan, hati menjadi riang. Tak sekalipun saya biarkan diri saya menurunkan level untuk berurusan dengan racun-racun pikiran seperti itu. Itu bukan Inner Identity saya. Bodo amat!
“Convictions are more dangerous enemies of truth than lies.” Nietzsche
Sydney Panjiagung
Covert Hypnosis Expert &
Performance Coach
Leave a Reply